Kamis, 09 Mei 2013

BERSIH

Bersih

sebuah kata yang menurut saya lucu,


dari sekian banyak orang yang saya jumpai dan saya tanyai mereka semua menjawab suka dengan kebersihan,, tentu saja itu benar,masa iya ada orang yang ngakunya suka kekotoran.
tapi anehnya pernyataan itu tidak sesuai dengan keadaan yang ada, semua orang cinta kebersihan ( kata mereka kalo ditanya termasuk saya )  namun kenapa masih perlu aja kebersihan itu di gembar gemborkan dengan berbagai media. dari iklan yang bertuliskan cintai kebersihan ! bersih pangkal sehat ! buanglah sampah pada tempatnya ! jangan membuang sampah sembarangan ! mari kita jaga kebersihan lingkungan kita ! gerakan indonesia bersih ! jangan bangga dengan sampah jika belum buang pada tempatnya sampai-sampai ada kata-kata yang unik yaitu "hanya monyet yang boleh buang sampah sembarangan" abis itu papan-papan kebersihan itu tidak dikontrol dan tidak diperbaharui, kemudian rusak dan jadi sampah yang tidak keurus juga, jadi apa bedanya. dan masih banyak lagi iklan layanan masyarakat yang mengkampanyekan kebersihan.

buat apa siy semua itu, hidup ini ribet kebanyakan aturan.semakin dilarang justru semakin nikmat dilakukan. tapi ya mau gimana lagi, selagi diingatkan aja masih suka melalaikan. namun ada satu kata yang sebenarnya sangat manjur jika dijadikan iklan dan diinovasikan/dimodifikasikan yaitu KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI IMAN atau النظافة من الإيمان  . Jadi sudah jelas bahwa kebersihan sebagian dari iman. ya tinggal penyadaran aja,, memangnya kita semua rela iman kita hilang sebagian gara-gara kita tidak suka kebersihan. 

Permasalahan yang utama bukan di suka kebersihannya. seperti yang sudah dipaparkan diawal bahwa semua orang mengaku suka kebersihan, namun tidak semua orang suka bersih-bersih. jadi kalo semua orang suka kebersihan dan suka bersih-bersih maka tidak perlu bawa-bawa monyet lagi dalam kampanye kebersihan. ya silahkan gadein sebagian iman saja kalau tidak mau bersih-bersih.

jadi memang kebersihan itu memang sesuatu yang lucu,, terlalu bersih juga bisa menjadikan hidup orang ribet. dikit-dikit alergi, dikit-dikit jiji. itu siy lebay namanya, memangnya kalau dia buang air besar tidak ngeluarin barang yang menjijikan. jadi ya segala sesuatu itu ya jangan berlebihan. standard aja, tidak usah terlalu di hiperbolakan.ironi ko' dihiperbolakan, disarkasmei baru tahu rasa.opss kembali ke pokok permasalahan,,hhe

kebersihan milik orang beriman. gadaikan imanmu sekarang juga dengan tukang sapu jalanan, gratiss!!!
hhee mungkin itu juga bisa turut dikampanyekan, tapi ya jangan putus asa bagi penyebar iklan kebersihan,, semangat,, sebaik-baiknya orang adalah orang yang selalu mengingatkan kebaikan. dan sebaik-baik orang adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain.

JUM'AT PAGI


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ الْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ اَشْرَفِ اْلاَنْبِياَءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ إِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ سَيِّدِ الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَمَّا بَعْدُ.

perjalanan hidup itu tidak selalu mulus semulus jalan depan rumah saya, dan kalau hidup itu mulus dan lancar-lancar aja kyaknya juga tidak asikk (kyaknya loo, soalnya belum pernah ngalamin mulus) hidupnya jadi gitu-gitu aja, tidak ada tantangan, hidup jadi membosankan,, apapun masalahnya yang penting minumnya jangan teh sama botol-botolnya,, yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan aktifitas dengan niat yang baik. perbuatan yang jelas tertuju untuk amal akhirat_pun jika niatnya tidak baik juga sia-sia,,, jadi aktifitas duniawi misalnya urusan perut ataopun kantong jika diniati dengan baik dan dikerjakan dengan tulus dengan harapan bisa mendongkrak semangat beribadah bisa jadi amalan akhirat,,, minimal jangan lupa dan usahakan agar selalu terbiasa dengan mengawali segala sesuatu yang kita lakukan dengan membaca بِسمِ اللَّهِ الرَّحمٰنِ الرَّحيمِ. lestarikan. budayakan. kibarkan. bagikan. kobarkan. serukan.

demikian yang bisa saya torehkan pada coretan tanpa tinta pada kesempatan pagi hari ini, apa bila ada benar kata itu memang yang saya harapkan dan itu semata-mata datangnya dari Allah, dan apabila ada salah kata itu sungguh karena kebodohan saya dan itu tidak saya pungkiri lagi tpi andaikan ada saya minta anggap aja tidak ada yang salah, hhee
apabila ada yang kurang bisa ditambahi sendiri dan kalo ada lebihnya bisa disimpan buat bonus. terimakasih,

إِلىَ اللِّقَاءِ فِىْ وَقْتٍ آخَرَ. وَأَخِيْرًا اَقُوْلُ لَكُمْ اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِىْ بِتَقْوَى اللهِ.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاَتُهُ

Selasa, 07 Mei 2013

SIMBAH KH. MUNTAHA AL - HAFIDZ


KH. Muntaha Alhafidzt atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Mbah Mun adalah seorang ulama legendaris, dan Kharismatik. Beliau dijuluki sang Maestro Al-Qur'an. Dibawah kepemimpinan beliau inilah Al-Asy'ariyyah menemui kemajuan yang sangat pesat, dengan pertambahan santri yang menjadi ribuan dan juga pertambahan lembaga-lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Asy'ariyyah. Dan dengan satu karya yang sangat fenomenal yaitu Al-Qur'an Akbar (Al-Qur'an terbesar di dunia) yang kini disimpan di bait Al-Qur'an Taman Mini Indonesia Indah 
Nama lengkapnya adalah KH Muntaha al-Hafizt bin Asy`ari bin `Abdul Rahim bin Muntaha bin Muhammad adalah pengasuh dan penerus Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Al-Asy`ariyyah. Beliau dilahirkan pada 9 Juli 1912 di desa Kalibeber, Wonosobo, Jawa Tengah. Beliau memulai pengajian formal agamanya di Darul Ma'arif, Banjarnegara di bawah asuhan Syaikh Muhammad Fadhlullah As-Suhaimi yang masih terhitung kerabatnya. Setelah tamat di Darul Ma'arif, beliau meneruskan mondok di Pesantren Tahfidzul Quran Kaliwungu, Kendal di bawah asuhan K.H. Utsman sehingga berhasil menghafal al-Quran ketika berusia 16 tahun. Setelah itu, beliau mendalami ilmu qira'ah di Pesantren Krapyak di bawah asuhan K.H. M. Munawwir Al Muqri Alhafiz. Lalu beliau melanjutkan studinya di Pesantren Termas, Pacitan dengan  mendalami ilmu hadits, fiqh dan tafsir di bawah asuhan Kiyai Dimyathi.

Dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan negara Indonesia, KH Muntaha Al-Hafiz tidak ketinggalan berjuang menjadi komandan BMT (Barisan Muslimin Temanggung) yang bertempur dengan penjajah Belanda di Palagan Ambarawa. Kiyai Muntaha Al-Hafiz juga terkenal sebagai seorang ulama multidimensi yang mempunyai berbagai ide yang cemerlang. Dalam dunia pendidikan KH Muntaha al-Hafiz merupakan teladan karena keberhasilannya mengembangkan pendidikan di bawah naungan Yayasan al-Asy'ariyyah. Yayasan tersebut saat ini menaungi berbagai lembaga pendidikan, antara lain : Taman Kanak-Kanak (TK) Hj. Maryam, Madrasah Diniyah Wustho, Madrasah Diniyah `Ulya, Sekolah Madrasah Salafiyah al-Asy'ariyyah, Tahfidzul Qur'an, SMP Takhasus Al-Quran, SMU Takhasus al-Quran, SMK Takhasus al-Quran, Universitas Sains al-Quran (UNSIQ), khusus untuk Perguruan Tinggi UNSIQ ini di bawah naungan Yayasan Pendidikan Ilmu-Ilmu al-Quran (YPIIQ). Selain mengatur soal pendidikan, beliau turut aktif menjalankan dakwah bahkan beliaulah yang membentuk Korps Dakwah Santri (KODASA). Korps ini merupakan wadah bagi aktivitas santri Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah dalam menyiarkan Islam, baik yang diperuntukkan bagi kalangan santri (sesama santri) dalam rangka meningkatkan kualitas diri, maupun kepada masyarakat banyak.

Dalam perjuangan memasyarakatkan al-Quran, KH Muntaha telah mendirikan Yayasan Himpunan Penghafal al-Quran sebagai wadah untuk menghimpunkan para hafiz dan hafizah. Kepada murid-muridnya, beliau anjurkan agar mengkhatam al-Quran seminggu sekali. Selain menghafal al-Quran, beliau turut mengarang sebuah tafsir al-Quran diberi judul "Tafsir al-Munthaha".

KH. Muntaha al-Hafiz menghembuskan nafasnya yang terakhir pada hari Rabu, 29 Desember 2004 dalam usia 92 tahun. Mudah-mudahan rahmat Allah senantiasa dilimpahkan kepada beliau, guru-guru beliau dan muslimin dan muslimat sekalian.

Minggu, 05 Mei 2013

05 Mei 2013


dirasa ada ketika ada, merasa bersama ketika bersama, bisa terasa ketika terlihat nyata, dianggap ada ketika ada, haruskah selalu ada, mungkinkah bisa selalu bersama, kebersamaan yang ada hanya ada ketika bersama, ketika bersama ada kebersamaan yang nyata, nyatanya ketika bersama itu tidak ada seolah tidak pernah terjadi apa-apa, apalagi masa depan,sejarahpun tidak terasa ada karena memang terasa ada ketika bersama,

aku rindu dan merasa haus dengan ada dan kebersamaan, namun kutakmampu, takberdaya dengan belenggu yang ada, kupernah keluar saat gelap dan haruskah sekarang bersembunyi dalam terang, ingin kuteriak namun kutak ingin ada yang mendengar termasuk diriku sendiri,

aku hanya manusia bodoh yang selalu berusaha menjadi sempurna didalam ketidaksempurnaan, aku hanya pemuda yang ingin bertelur, aku hanya ingin mencoba mengikuti arus, menikmati arus dan berusaha mengendalikan arus agar tidak hanyut baik dalam deras maupun tenangnya arus,

Sabtu, 04 Mei 2013

Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Asy’ariyyah


Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Asy’ariyyah

PPTQ Al-Asy'ariyyah yang berkantor di Jalan KH. Asy’ari No. 9 berada di desa Kalibeber Kecamatan  Mojotengah  Kabupaten Wonosobo. Desa Kalibeber yang hampir 100 % penduduknya beragama Islam secara geografis berada di atas ketinggian  + 860 m dari permukaan laut (DPL) dan terletak pada Bujur Timur dan Lintang Selatan 12.15.07.02 dimana suhu rata-rata berkisar antara 200 C sampai 250 C, pada bulan Juli dan Agustus biasanya suhu tidak menetap bahkan bisa di bawah 200 C. Jarak desa Kalibeber dengan ibu kota kabupaten berjarak + 3 km dan tranportasi bisa dijangkau dengan mudah serta dilalui oleh angkutan kota. Luas tanah desa Kalibeber seluas 140.320 Ha dengan batas desa sebelah Utara desa Wonokromo, Selatan desa Kejiwan, Barat desa Sukorejo dan sebelah Timur desa Bumirejo dan Krasak.

PPTQ Al-Asy’ariyyah memiliki yayasan yaitu Yayasan Al-Asy’ariyyah.
Yayasan Al-Asy'ariyyah yang sekarang menjadi payung dari lembaga-lembaga di bawahnya seperti PPTQ Al-Asy'ariyyah, SLTP Takhassus Al-Qur'an, SMA Takhassus Al-Qur'an, SMK Takhassus Al-Qur'an, SD Takhassus Al-Qur'an, Balai Pengobatan Hajah Maryam, Dewan Ekonomi Pesantren dan lain-lain, mempunyai sejarah perkembangan selama empat periode :
         
        Periode 1                Periode2                    Periode 3                   Periode 4


     K. Muntaha        KH. Abdurrohim            KH. Asy’ari             KH. Muntaha, Alh
   (1832-1859)         (1860-1916)                  (1917-1949)             (1950-2005)

Periode keempat Simbah KH. Muntaha, Alh. juga telah mempelopori berdirinya Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) yang sebelumnya bernama Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ), sebagai salah seorang pendiri perguruan tinggi yang ada di desa Kalibeber, Kecamatan  Mojotengah, Kabupaten Wonosobo.
Adapun sejarah figur masing-masing periode sebagai berikut :

1. 1.      Periode Pertama, K. Muntaha (1832 – 1859)
Pada tahun 1839 P. Diponegoro ditangkap atas tipu daya Belanda di Magelang dan melucuti para pengawalnya. Di antara prajurit pengawalnya yang sempat meloloskan diri dari kejaran Belanda adalah R. Hadiwiyaja dengan nama samaran KH. Muntaha bin Nida Muhammad.  Pada tahun 1832 Kyai Muntaha I tiba di desa Kalibeber yang waktu itu sebagai ibu kota Kawedanan garung. Beliau diterima oleh Mbah Glondong Jogomenggolo. Atas petunjuk Mbah Glondong Jogomenggolo, beliau mendirikan masjid dan padepokan santri di dusun Karangsari Ngebrak Kalibeber, di pinggir Sungai Prupuk yang sekarang dijadikan makam keluarga Kyai.

Di tempat ini beliau mengajarkan agama Islam kepada anak-anak dan masyarakat sekitar. Ilmu pokok yang diajarkan adalah baca tulis Al-Qur'an, tauhid dan Fiqih. Dengan penuh ketekunan, keuletan dan kesabaran, secara berangsur-angsur masyarakat Kalibeber dan sekitarnya memeluk agama Islam atas kesadaran mereka sendiri. Mereka meninggalkan adat istiadat buruknya seperti berjudi, menyabung ayam, minum khamer dan lain-lain. Karena padepokan santri lama kelamaan tidak mampu menampung arus santri dan terkena banjir Sungai Prupuk, maka kegiatan pesantren dipindahkan ke tempat yang sekarang dinamai Kauman Kalibeber.

Masyarakat yang tinggal di sekitar padepokan baru yang tidak mau secara sukarela memeluk Islam, atas kemauan mereka sendiri banyak yang meninggalkan kampung itu. Daerah selatan pesantren yang semula dihuni oleh Cina akhirnya ditinggalkan penghuninya, dan nama Gang Pecinan sampai sekarang masih dilestarikan. Kyai Muntaha bin Nida Muhammad wafat pada tahun 1860, setelah 28 tahun memimpin pesantren. Beliau digantikan oleh putranya, KH. Abdurrahim bin K. Muntaha.

1. 2.      Periode Kedua, KH. Abdurrahim (1860 – 1916)
Mulai tahun 1860, KH. Abdurrahim bin K. Muntaha menerima estafet tugas mulia memimpin pesantren dari ayahandanya. Sejak mudanya beliau telah dipersiapkan untuk meneruskan perjuanan menyiarkan Islam dan memimpin pesantren. Beliau pernah nyantri di Pondok Pesantren K. Abdullah Jetis Parakan Kabupaten Temanggung, bahkan beliau dijadikan menantunya. Di bawah asuhan KH. Abdurrahim pesantren semakin maju. Beliau masih melestarikan sistem dan materi pendidikan peninggalan ayahandanya. Bertepatan dengan tanggal 3 Syawal 1337 Hijriyah atau 1916 Masehi, KH. Abdurrahim dipanggil Yang Maha Kuasa dan dimakamkan di bekas komplek Pondok Karangsari Ngebrak. Sepeninggal beliau, kepemimpinan pesantren diteruskan oleh putranya, KH. Asy’ari bin KH. Abdurrahim.

1. 3.      Periode Ketiga, KH. Asy’ari (1917 – 1949)
KH. Asy’ari yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Somalangu Kebumen dan Tremas Pacitan, meneruskan kepemimpinan ayahandanya. Pada masa itu Indonesia tengah melahirkan gerakan-gerakan nasional baik yang berdasar agama maapun kebangsaan. Pada tahun-tahun terakhir hidup beliau, Indonesia sedang gigih-gigihnya menentang kedatangan kembali penjajah Belanda, oleh karena itu pesantren mengalami masa surut. Sebagian santrinya ikut dalam gerilya melawan penjajah. Pada aksi polisionil ke II itu, Belanda menyerang wilayah Wonosobo, bahkan samapi desa Dero Ngisor, + 5 km dari desa Kalibeber ke sebelah barat. Sementara itu KH. Asy’ari dalam usia setua itu terpaksa mengungsi ke desa Dero Nduwur + 8 km dari desa Kalibeber. Ternyata Belanda tidak berani meneruskan pengejaran ulama ini sampai ke tempat pengungsian. Dalam pada itu beliau sedang sakit keras yang kemudian wafat dalam pengungsian, dan dimakamkan di sana 13 Zulhijjah 1371 / 1949 M.
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa wafatnya KH. Asy’ari telah menyiapkan putra-putranya untuk kaderisasi kepemimpinannya. Seluruh putranya dikirim ke berbagai pondok pesantren. Satu diantara putranya adalah KH. Muntaha bin KH. Asy’ari.

1. 4.      Periode Keempat, KH. Muntaha (1950 – )
1.         a.       Riwayat Pendidikan
Beliau dikirim untuk belajar di Madrasah Darul Ma’arif Banjarnegara di bawah asuhan Kyai Fadlullah dari Singapura. Kemudian beliau melanjutkan belajar Tahfidzul Qur’an sampai hafal di Kaliwungu Kendal, di bawah asuhan KH. Utsman. Setelah hafal Al-Qur'an, beliau memperdalam ilmu-ilmu Al-Qur'an di hadapan Mbah KH. Munawir Krapyak Yogyakarta, dan terakhir di hadapan KH. Dimyati Tremas Jawa Timur.

1. b.      Perjuangan Fisik
Pada waktu Indonesia memerlukan putra-putranya terjun ke dalam perjuangan fisik melawan penjajah, KH. Muntaha tidak ketinggalan. Sebelum terbentuknya pasukan Hisbullah, Sabilillah Mujahidin dan lain-lain, beliau telah membentuk dan menjadi Komandan BMT (Barisan Muslim Temanggung), karena saat itu beliau ada di Temanggung. Di sinilah beliau bertemu dengan H. Munawwir Syadzali, MA yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.
1. c.       Perjuangan Politik
            Tahun 1959, di samping sebagai pejabat pada kantor Departemen Agama Kabupaten Wonosobo, KH. Muntaha diangkat sebagai anggota Konstituante Republik Indonesia di Bandung, mewakili NU Jawa Tengah. Beliau aktif sampai akhirnya majlis dibubarkan 5 Juli 1959. selanjutnya hampir setiap periode kepengurusan NU Cabang Wonosobo beliau menduduki Syuriyyah dan kemudian Mustasyar.

Setelah NU menyatakan kembali ke Khittah 1926 pada Mu’tamar yang ke-27 di Situbondo Jawa Timur 1984, orientasi politik beliau sengaja direvisi. Dari berbagai pengalaman perjuangan fisik dan politik, akhirnya beliau simpulkan bahwa perjuangan yang relevan dengan tujuan strategis global untuk memajukan ummat Islam dan Li i’laa-i kalimatillah adalah lewat pendidikan dan mempererat kerjasama dengan pemerintah. Hal ini beliau buktikan dengan berbagai aktivitas dan pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.

1. d.      Perjuangan dalam Pendidikan
Dalam mengelola pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan sistem salafiyah, beliau menambah dan mendampingi dengan mendirikan sekolah-sekolah formal. Pada tahun 1960 beliau mendirikan TK / Raudlatul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Kalibeber. Kemudian tahun 1962 didirikan pula Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Ma’arif yang menempati komplek pondok pesantren dan tahun 1967 lembaga pendidikan tersebut dinegerikan, sedang Aliyahnya tahun 1968. setelah 10 tahun menempati komplek pesantren kedua lembaga itu dipindahkan. MTs-nya dipindah ke dusun Ngebrak dan Aliyahnya ke desa Krasak. Selanjutnya untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di masyarakat, beliau mendirikan Yayasan. Di antara yayasan yang langsung khidmah ummah ialah Yayasan Aswaja Baiturrahim dengan Akte Notaris Nomor 27 tahun 1980, yang kemudian diubah menjadi Yayasan Al-Asy'ariyyah dengan Akte Notaris Nomor 78 tanggal 27 Februari 1989.


1. 5.  Periode ke-Lima (sekarang)  KH. ACHMAD FAQIH MUNTAHA
Beliau adalah putra sulung KH.Muntaha Alh dari istri yang bernama Nyai Hj Maiyan jariyah, lahir di Kalibeber pada tanggal 3 Maret 1955. beliau akarb dipanggil dengan Abah Faqih. Beliau mempunyai 5 putra dan 1 putri yaitu ;
1. H. Abdurrohman Al-Asy'ari, Alh, S.H.I
2. H. Khairullah Al-Mujtaba, Alh
3. Siti Marliyah
4. Nuruzzaman
5. Fadlurrohman Al-Faqih
6. Ahmad Isbat Caesar
Putra-putri beliau sudah ada yang menyelesaikan pendidikan baik formal maupun non formal, baik S1 maupun tahfidzul Qur'an dan juga pondok pesantren. Bahkan putra beliau yang pertama dan kedua adalah alumnus Yaman "Ribat ta'lim Khadzral maut" dibawah asuhan Habib Salim As-Satiri
1. 1.      Riwayat Pendidikan
Beliau menjalani masa kanak-kanak dibawah asuhan langsung dari Almaghfurlah KH. Muntaha Alh. Selain itu beliau juga sekolah formal di SD Kalibeber, sedangkan SMP di Wonosobo yang kemudian melanjutkan di STM juga di wonosobo setelah selesai sekolah formal bilau dikirim untuk belajar di pesantren seperti kebayakan gus-gus yang lain. Pada tahun 1973 beliau nyantri di Pondok pesantren termas Pacitan dibawah asuhan KH. Chabib Dimyati, sampai tahun 1978. kemudian beliau pindah ke Krapyak yang pada waktu itu diasuh oleh beliau KH. Ali Maksum (juga termasuk salah satu teman seperjuangan Simbah Muntaha Alh) selama 1 tahun. Selanjutnya beliau nyantri lagi di Buaran Pekalongan kepada Al-Mukarrom KH. Syafi'I yang juga terkenal sebagai salah satu teman seperjuangan  Al-Maghfurllah Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz. Setelah itu pada tahun 1980 beliau pulang keKalibeber yang dilanjutkan dengan nyantri di kaliwiro kepada seorang kiyai yang terkenal dengan panggilan Mbah Dimyati. Belum genap satu tahun beliau kemudian melaksanakan akad nikah dengan salah seorang  santri kalibeber yang bernama Shofiah binti KH Abdul Qodir Cilongok Banyumas, kendati beliau telah melangsungkan pernikahan, namun bukan berarti akhir dalam menuntut ilmu, karena beliau masih tetap nyantri dengan Mbah dimyati di Kaliwiro selama kurang lebih satu tahun. Ketika di kliwiro inilah beliau mendalami kitab-kitab yang besar antaralain : Shoheh Bukhori, Shoheh Muslim, Ihya' Ulummuddin, Tafsir Al-Munir, dan lain-lain. Kemudian beliau mukim membantu perjuangan Ayahanda beliau yaitu Simbah KH. Muntaha Al-Hafidz(Alm). Selama masa nyantri tersebut beliau mempunyai hobi yang sangat unik yang sama dengan hobinya Gus Dur yaitu Ziarah Qubur, beliau juga terkenal sebagai santri yang mempunyai dedikasi dan disiplin yang tinggi dan selalu mentaati peraturan (Qonun) pondok pesantren yang ada walaupun beliau adalah putra seorang Ulama besar yang kharismatik.

1. 2.      Perjuangan Pendidikan
Setelah pulang dari pesantren (Mukim pada tahun 1980) beliau aktif membantu mengajar di Pondok pesantren milik Ayahandanya dan ikut perkecimpung dalam masyarakat. Waktu itu santri di kalibeber baru sekitar 50 orang putra dan putri dengan prioritas Tahfidzul Qur'an (menghafal A-Qur'an) dan menggunakan sistem salafy.  Pertama kali beliau mengajar pada santrinya yaitu kitab "Burdah" yang bertempat di masjid Baiturrochim. Selain mengajar pada santri beliau juga mengajar Diniyah ba'da dzuhur untuk orang kampung yang waktu itu bertempat di MI Ma'arif. Adapun kitab-kitab yang pernah beliau khatamkan antaralain adalah : Taqrib, Bidayatul Hidayah, Sulamuttaufik, Safinah, dll sedangkan untuk ilmu nahwu diampu oleh teman beliau yaitu Bp H. quraisyin. Disamping mengajar, beliau juga ikut aktif dalam mendirikan lembaga-lembaga formal antara lain : SMP, SMA, SMK Takhassus Al-Qur'an dan IIQ (Sekarang UNSIQ). Beliau juga meneruska cita-cita ayahanda beliau yang belum terrealisir diantaranya : SD Takhassus Al-Qur'an, Darul Aitam, Menara Masjid Baiturrochim, dan gedung baru Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah. Beliau juga mendirikan kelas jauh diantaranya adalah : SMA Takhassus  Al-Qur'an di Kepil, SMP + SMA Takhassus Al-Qur'an di Ndero duwur plus Pondok pesantren tanpa pemungutan biaya, Pondok Pesantren + SMA dan SMP Takhassus Al-Qur'an di Kalimantan barat, SMP TAQ Di Majalengka, di Tumiyang Purwokerto, di Buntu Banyumas, serta di Baran Gunung Ambarawa, dan masih banyak lagi. Satu cita-cita beliau yang belum terrealisasi adalah menjadikan Kalibeber sebagai "Semacam Vatikan" di Indonesia. Dimana nanti setiap fatwa dari kalibeber akan di patuhi oleh semua pemeluk islam diseantereo Nusantara.

1. 3.      Perjuangan Organisasi
Dalam bidang organisasi beliau aktif di Mabarot. Dan selanjutnya aktif di Tanfidziyah Ranting kalibeber, sekretaris MWC Mojotengah. Tercatat mulai Tahun 1996 sampai sekarang beliau aktif sebagai Mustasyar NU cabang Wonosobo. Dulunya Beliau juga aktif dalam partai politik antara lain P3, Golkar dan PKB. Namun demi kemaslahatan umat mulai tahun 2004 hingga sekarang beliau netral. Selain itu beliau juga menjadi salah satu sesepuh di Kalibeber bahkan di Wonosobo beliau termasuk salah satu Kiyai yang paling disegani.
   
   Dewan Pengurus Yayasan Al-Asy'ariyyah

Dewan Pendiri/Pembina :
KH. Muntaha, Alh                   
KH. Mustahal Asy’ari             
KH. Ibnu Jauzi                        
KH. Faqih Muntaha                 
Dewan Pengawas :
KH. Habibullah Idris
K. Chozin Chams, BA.
Drs. H. Ihwan Qomari, M.Ag.
H. Sukardi
H. Mustangin, S.Pd.
H. Abdurrohman, S.Ag. Alh.
Nur Kholis
Badan Pengurus :
Ketua Umum                          : Drs. H. Mukhotob Hamzah, MM.
Ketua I                                      :  KH. Miftah Idris, SH
Ketua II                                     :  Drs. H. Muhammad Hafidz
Ketua III                                   :  H. As’ad Alh
Ketua IV                                   : K. Abdul Aziz
Sekretaris                                 :  Wajihudin Al-Antaqi, Alh, S.Ag
Wakil Sekretaris                     :  H. Hafidz Ahmad
Bendahara                                :  Muhammad Maftuh
Wakil Bendahara                     :  M. Syaifuddin



Tujuan Pendirian Yayasan Al-Asy'ariyyah :
1. Terciptanya individu mukmin yang bertaqwa kepada Allah SWT. (QS. 3 : 102).
2. Terciptanya ‘ailah yang thayyibah jauh dari adzab neraka (QS. 66 : 6).
3. Terciptanya baldatun thayyibatun warabbun ghofur (QS. 34 : 15).
4. Terlaksananya ajaran Al-Qur'an yang disertai dengan penghayatan dan pengamalan dari seluruh ummat Islam Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945.
5. Membina kesadaran dan tanggung jawab dalam beragama sebagai salah satu aspek pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
6. Mengusahakan terwujudnya sikap wasathiyah kaum muslimin sesuai dengan tuntunan Al-Qur'an (QS. 2 : 134).
7. Menciptakan Ukhuwah Islamiyah dan Wahdatul Ummah serta menggalang kerjasama dan kejujuran watak dalam berbakti kepada agama Islam, nusa dan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945.

      Pengabdian KH. Muntaha al-Hafidz (periode keempat) terhadap Sang Kholik Penguasa Jagad Raya melalui kiprahnya sudah diakui umat muslimin di Indonesia. Perjuanan dalam membawa nama harum bangsa terhadap dunia internasional melalui karyanya sudah tidak asing lagi. Sejarah berdirinya Museum Baitul Qur’an di Jakarta tidak terlepas dari sejarah terwujudnya mushaf Al-Qur'an terbesar di dunia saat ini.

Pada hari Selasa tanggal 5 Juli 1994, sebuah Karya Besar Produk Pesantren Al-Asy'ariyyah berupa “Al-Qur'an Akbar” diserahkan kepada Presiden RI (Presiden Soeharto pada saat itu) di Bhina Graha Jakarta, yang disaksikan oleh Menteri Penerangan H. Harmoko, Menteri Agama Tarmidzi Tahir, Gubernur Jawa Tengah Soewardi, Wakil Ketua MUI Ali Yafie, dan Bupati Wonosobo saat itu Drs. H. Soemadi.

Al-Qur'an Akbar dengan ukuran lebar 1,5 m dan panjang 2 m atau           2 x 3 m bila dibuka, memuat 30 juz atau 605 halaman serta beratnya mencapai 165 kg, sehingga diperlukan 8 orang untuk mengangkatnya, (Koran Republika,      8 Juli 1994, halaman 9 – pernah menulis bahwa beratnya adalah 3 kuintal, bingkainya dibuat dari kayu Jati dengan penguat mushaf dari besi tahan karat dengan tebal Al-Qur'an tersebut 10,5 cm yang disimpan dalam almari kayu Jati dan rehal dari kayu Jati pula). Al-Qur'an tersebut ditulis oleh dua santri Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, H. Khayatuddin dan H. Abdul Malik, mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Kalibeber saat itu. Penulisan diselesaikan selama kurang lebih 17 bulan, mulai 16 Oktober 1991 hingga 5 Februari 1993 dengan menghabiskan dana + 35 juta rupiah.


Ide Dasar Al-Qur'an Akbar

Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah merupakan pesantren terbesar di Wonosobo yang memiliki kurang lebih 3.000 santri putra dan putri. Para santri banyak yang mendalami tentang Al-Qur'an di samping ilmu agama lainnya. Pesantren ini menyelenggarakan program rutin tiap tahun yaitu Khotmil Qur’an yang hampir tiap tahun rata-rata menelorkan wisudawan-wisudawati hafal         Al-Qur'an 30 Juz, 20 sampai 25 santri yang biasanya dihadiri oleh mubaligh kondang dan pejabat teras.

Salah satu pejabat tinggi yang hadir pada saat Khotmil Qur’an sebelum memulai penulisan Mushaf Al-Qur'an Akbar adalah Menteri Penerangan ketika itu dijabat oleh H. Harmoko. Dalam perbincangan Menteri Penerangan dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah yang pada saat itu KH. Muntaha al-Hafidz menyampaikan idenya untuk membuat Al-Qur'an Akbar, selanjutnya niatan mulia tersebut direspom oleh Menteri Agama dengan baik, maka dalam beberapa bulan kemudian dikirm kertas berukuran 1,5 x 2 meter, jenis Art Paper sebanyak 1.000 (seribu) lembar.

Adapun yang ditunjuk menangani karya besar itu adalah 2 (dua) orang santrinya yang dipandang mampu dan mempunyai keahlian khusus, Khayatuddin (28 tahun saat itu) sebagai penulis, dan Abdul Malik (27 tahun) sebagai pelukis / ornamen, selain itu dibantu tim pentasih atau pemeriksa, Waros al-Hafidz. Selama penulisan Al-Qur'an keduanya melakukan dalail atau puasa tiap hari selama tiga tahun (Kecuali hari-hari Tasyrik atau hari yang dilarang puasa). Sholat dua rakaat pun mereka lakukan sebelum menulis untuk menjaga agar tetap suci dari hadats besar maupun kecil. Penulisan dilakukan pada pagi hari pukul 07.30 hingga pukul 12.00 siang dan setelah itu mereka berhenti untuk mengikuti kuliah di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) yang sekarang berganti nama menjadi Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ), keduanya memang tercatat sebagai mahasiswa IIQ Fakultas Tarbiyah ketika itu. Penulisan dilanjutkan kembali setelah sholat Isya’ pukul 19.30 hingga 20.30 setiap harinya.

Alat tulis yang dipakai adalah pena yang dirancang sendiri dari Bambu Aur (Pring Wulung = Bahasa Jawa) sebab setelah mereka mencari pena ke Surabaya dan Jakarta tidak menjumpai alat tulis yang bisa menghasilkan tulisan setebal 1 cm. Tinta yang dipakai adalah tinta adonan sendiri yakni tinta Cina yang dicampur dengan air teh sebagai bahan pengawet agar bisa tahan berpuluh-puluh tahun, sementara untuk tempat tinta, mereka menggunakan mangkok dari tanah liat. Terbukti dengan menggunakan pena dari bambu tersebut, goresan yang dihasilkan lebih rapi dan bersih dibandingkan dengan tinta-tinta lainnya. Simbah KH. Muntaha pun terus mengawasi selama dalam proses penulisan.

Selama penulisan menghabiskan 3 (tiga) Pena Bambu, 500 (lima ratus) Spidol, 15 kg tinta hijau dan emas serta 15 botol tinta ukuran minuman plastik sedang, atau tinta full colour yang dipakai untuk hiasan Surah Al-Fatihah dan tulisan Alif Lam Mim.

Selama proses pembuatan sering dikunjungi tamu dan turis dari dalam maupun luar negeri, mereka datang bermaksud untuk melihat dari dekat penulisan, bahkan Bapak Bupati Drs. H. Soemadi sering hadir untuk memberikan dorongan dan semangat kedua santri itu.

Tujuan pembuatan Al-Qur'an Akbar menurut KH. Muntaha al-Hafidz adalah untuk mengenang kembali Karya Besar KH. Abdurrahim Almarhum (Periode II) berupa Al-Qur'an tulisan tangan yang ditulis di atas kapal laut pada saat melakukan ibadah haji dan Al-Qur'an tersebut telah musnah dibakar oleh Kompeni Belanda.

Tepat pada tanggal 5 Februari 1993 Al-Qur'an Akbar itu dapat diselesaikan dan Menteri Penerangan (H. Harmoko) saat itu secara simbolis membubuhkan huruf Sin terakhir pada Mushaf besar produk Al-Asy'ariyyah itu. “Saya terharu kepada Khayatuddin dan Abdul Malik, meskipun penulisannya memakai alat tradisional, namun hasilnya modern dan saya cuma mengamini saja”, kata Menteri Penerangan saat itu.

Menurut Menteri Agama RI, Tarmidzi Tahir, pada saat penyerahan Al-Qur'an itu berlangsung di Bina Graha Jakarta, mengatakan bahwa pemerintah akan membangun Baitul Qur’an untuk menyimpan Al-Qur'an Akbar tersebut serta untuk koleksi Al-Qur'an lainnya, baik yang berbentuk laser disk maupun yang tersimpan dalam komputer.

Meneruskan eksistensi Pondok Pesantren Al-Asy'ariyyah, KH. Muntaha al-Hafidz, pada tahun 2002 juga sedang membangun menara masjid Baiturrahim (Komplek Pesantren) setinggi 30 meter yang rencana akan menelan dana sebesar Rp. 1.716.500.000,00. Tepatnya dimulai pembangunannya dengan peletakan batu pertama oleh KH. Muntaha pada hari Jum’at Kliwon tanggal 6 September 2002 pukul 06.00 WIB.

Menurut KH. Muntaha al-Hafidz, menara masjid tersebut adalah cita-cita yang pernah disampaikan oleh KH. Asy’ari almarhum (Periode III atau bapak dari KH. Muntaha al-Hafidz) yang niatnya tersebut diwujudkan oleh KH. Muntaha al-Hafidz dan KH. Faqih Muntaha Al-Hafidz, di mana letak menara masjid tersebut tepat berdampingan di sebelah utara Masjid Baiturrahim atau di sebelah selatan Pondok Putri.


tak kenal maka kenalanlah!

Wellcome Notice byTutorial Blogspot

Sassy Bookmarks byBlogs Daddy


Islamic widget by Tutorial Blogspot

Translatan

Translator widget by Tutorial Blogspot